JAKARTA - Suara generasi muda semakin mendapat tempat dalam membentuk masa depan Indonesia, termasuk dalam isu energi dan lingkungan. Hal ini tergambar jelas dalam Forum Young on Top 2025 yang mempertemukan empat tokoh inspiratif dari berbagai sektor. Dalam forum tersebut, mereka tidak hanya berbagi pandangan tentang transisi energi dan pengelolaan sampah, tetapi juga menanamkan nilai kepemimpinan, kesadaran sosial, serta pentingnya membangun perubahan dari hal-hal kecil.
Transisi menuju energi hijau dan gaya hidup ramah lingkungan bukan lagi sekadar wacana, tetapi telah menjadi kebutuhan bersama. Para pembicara dalam forum ini menunjukkan bagaimana visi dan pengalaman masing-masing dapat memberi kontribusi nyata dalam perjalanan panjang menuju keberlanjutan.
PGN dan Komitmen pada Standar Energi Nasional
Peran korporasi dalam proses transisi energi tidak bisa diabaikan. Hal ini disampaikan oleh Arief Kurnia Risdianto, Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina Gas Negara Tbk (PGN), yang menegaskan bahwa PGN sebagai bagian dari subholding Pertamina, memikul tanggung jawab strategis dalam sistem energi nasional.
PGN tidak hanya bertugas menyalurkan gas bumi ke berbagai sektor seperti rumah tangga, industri, pembangkit listrik, hingga komersial, tetapi juga harus memastikan seluruh proses berjalan sesuai regulasi. Arief menyampaikan bahwa pihaknya senantiasa mengikuti standar dan ketentuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Lebih jauh, Arief membagikan kisah pribadinya sebagai salah satu direktur termuda di Pertamina. Ia mendorong anak muda agar tidak terburu-buru dalam meniti karier. Menurutnya, kesabaran dalam menjalani proses justru membentuk karakter dan kepemimpinan yang tangguh. Sikap ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan perubahan sistem energi di Indonesia.
Peran Pemerintah dalam Menyiapkan Transisi Energi
Tenaga Ahli Menteri ESDM, Satya Hangga Yudha Widya Putra, memperkuat narasi pentingnya transisi energi. Ia menyebut bahwa pemerintah saat ini tengah mendorong percepatan peralihan dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT) dan gas bumi, sebagai bagian dari strategi ketahanan energi nasional.
Satya menguraikan bahwa tugas Kementerian ESDM mencakup tiga aspek utama: merancang regulasi, melakukan pengawasan, dan mengevaluasi kebijakan energi secara berkala. Di luar konteks institusional, Satya juga membagikan pandangan hidupnya, yakni membangun kesuksesan melalui langkah kecil yang dilakukan secara konsisten.
Ia mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mengenali minat dan potensi masing-masing. Menurut Satya, transformasi besar justru berawal dari individu yang percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari peran apa pun, tidak harus dari posisi tertinggi.
Menjadikan Sampah sebagai Sumber Daya
Perspektif berbeda namun saling melengkapi datang dari Bijaksana Juerasono, CEO Waste4Change sekaligus pendiri Greeneration Indonesia. Ia menyoroti kondisi pengelolaan sampah yang masih menjadi persoalan menahun di Indonesia. Dalam diskusi tersebut, Bijaksana menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) terkait waste to energy atau konversi sampah menjadi energi.
Ia menjelaskan bahwa banyak negara maju sudah memanfaatkan sampah sebagai bagian dari bauran energi alternatif. Untuk mencapai keberhasilan serupa di Indonesia, diperlukan dua komponen penting: model bisnis yang tepat dan penegakan hukum yang konsisten.
Bijaksana juga mengangkat pentingnya kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat luas. Dengan pendekatan yang terintegrasi, pengelolaan sampah tidak hanya akan berdampak pada lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru melalui inovasi dan teknologi pengolahan limbah.
Langkah Kecil yang Berdampak Besar dari Rumah Tangga
Menutup diskusi dengan sudut pandang yang lebih personal, publik figur sekaligus pendiri Seasoldier, Nadine Chandrawinata, menyoroti isu lingkungan dari sisi perilaku harian masyarakat. Ia menegaskan bahwa sebagian besar sampah di laut justru berasal dari aktivitas rumah tangga di darat.
Menurut Nadine, isu lingkungan seringkali dianggap rumit dan berat, namun bisa dimulai dari langkah kecil yang menyenangkan dan konsisten. Kebiasaan seperti memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, atau menjaga kebersihan lingkungan sekitar bisa memberi dampak besar jika dilakukan secara kolektif.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memandang solusi lingkungan sebagai gaya hidup, bukan sekadar tanggung jawab musiman. Dengan pendekatan yang membumi dan mudah diakses, gerakan lingkungan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat luas, terutama generasi muda yang aktif di media sosial dan komunitas.