Perusahaan Tambang

Perusahaan Tambang Wajib Ajukan Ulang RKAB Mulai Oktober

Perusahaan Tambang Wajib Ajukan Ulang RKAB Mulai Oktober
Perusahaan Tambang Wajib Ajukan Ulang RKAB Mulai Oktober

JAKARTA - Seluruh perusahaan tambang di Indonesia, termasuk yang saat ini masih memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang berlaku hingga 2025 ke atas, diminta untuk kembali mengajukan RKAB baru mulai Oktober mendatang. Hal ini merupakan dampak dari perubahan kebijakan pemerintah yang mengubah sistem persetujuan RKAB dari semula tiga tahun menjadi satu tahun.

Kebijakan tersebut diumumkan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno.

“Nanti Oktober perusahaan mengajukan lagi,” ujar Tri, merespons pertanyaan soal dampak perubahan sistem persetujuan RKAB terhadap pelaku usaha tambang.

Perusahaan Tambang Wajib Ajukan dari Awal

Tri menegaskan bahwa kewajiban pengajuan ulang RKAB ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan yang masa berlaku RKAB-nya habis pada 2025, tetapi juga untuk mereka yang sebelumnya telah memperoleh persetujuan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, termasuk hingga 2026.

“Yang masih berlaku, ulang lagi (mengajukan RKAB) dari awal,” katanya.

Perubahan ini menjadi konsekuensi dari persetujuan antara Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Komisi VII DPR RI terkait perubahan sistem evaluasi dan pemberian persetujuan RKAB. Dengan disepakatinya perubahan tersebut, semua rencana produksi dan kegiatan tambang harus dievaluasi setiap tahun, bukan lagi per tiga tahun seperti sebelumnya.

Perubahan Dasar Hukum RKAB

Sebelumnya, mekanisme penyusunan dan persetujuan RKAB diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, perusahaan pertambangan diperbolehkan mengajukan RKAB untuk kegiatan operasional selama maksimal tiga tahun ke depan. Tujuannya kala itu adalah memberikan kepastian usaha dan menyederhanakan prosedur administrasi.

Namun, pendekatan itu kini dianggap kurang adaptif terhadap kondisi pasar global, terutama menyangkut permintaan komoditas tambang yang bisa berubah secara dinamis dalam waktu singkat.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menilai bahwa pemberian persetujuan RKAB dalam jangka waktu tiga tahun justru menghambat fleksibilitas industri tambang nasional.

“Kalau kita kasih tiga tahun, (kegiatan produksi) tidak bisa menyesuaikan dengan permintaan dunia,” jelas Bahlil dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Bahlil menyetujui usulan Komisi VII untuk mengubah durasi persetujuan RKAB menjadi setiap tahun. Keputusan ini sekaligus mengubah pendekatan pemerintah dalam mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pertambangan mineral dan batubara.

RKAB Tiga Tahunan Akan Dipotong

Sebagai implikasi dari kebijakan baru ini, Bahlil menyatakan bahwa pihaknya akan memangkas durasi RKAB yang sudah telanjur disetujui untuk periode lebih dari satu tahun. Langkah ini perlu dilakukan agar semua perusahaan berada pada posisi yang sama dalam pengajuan dan evaluasi tahunan.

“Mohon maaf, dengan RKAB per tahun, ini kami akan memotong RKAB. Jadi, kalau besok ada pengusaha yang datang mengeluh ke DPR, kenapa RKAB-nya dipotong, jangan sampai (melempar) salah ke ESDM lagi,” tegasnya.

Pernyataan Bahlil ini sekaligus menjadi sinyal kepada pelaku usaha tambang untuk segera menyesuaikan perencanaan bisnis mereka dengan aturan terbaru. Bagi perusahaan yang semula berencana melakukan produksi jangka menengah atau panjang berdasarkan RKAB tiga tahun, kini harus mengajukan ulang dan mengantisipasi evaluasi tahunan yang lebih ketat.

Respons Industri Tambang Ditunggu

Meski pemerintah telah memberikan waktu hingga Oktober untuk pengajuan RKAB baru, perubahan kebijakan ini berpotensi menimbulkan dinamika baru di sektor pertambangan. Salah satu tantangan yang mungkin dihadapi perusahaan adalah penyesuaian terhadap proses evaluasi yang lebih sering, serta kemungkinan keterlambatan persetujuan yang bisa berdampak pada operasional.

Namun di sisi lain, pemerintah berkomitmen bahwa evaluasi tahunan justru akan membawa efisiensi yang lebih baik, serta memungkinkan penyesuaian terhadap kondisi pasar, kebijakan hilirisasi, maupun aspek lingkungan dan sosial secara lebih cepat.

Belum ada tanggapan resmi dari asosiasi perusahaan tambang terkait kebijakan ini, namun Kementerian ESDM diperkirakan akan segera menyosialisasikan lebih lanjut mekanisme dan prosedur pengajuan ulang RKAB kepada seluruh pelaku industri tambang nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index