MIND ID

MIND ID Komitmen Jalankan Pertambangan Berkelanjutan

MIND ID Komitmen Jalankan Pertambangan Berkelanjutan
MIND ID Komitmen Jalankan Pertambangan Berkelanjutan

JAKARTA - Upaya perusahaan tambang pelat merah dalam menjaga keberlanjutan lingkungan mendapat sorotan positif. MIND ID Group dinilai telah menerapkan praktik pertambangan yang memperhatikan aspek ekologis, sosial, dan ekonomi. Hal ini mencerminkan komitmen jangka panjang terhadap keberlangsungan industri tambang di Tanah Air.

Reklamasi dan Pemulihan Lahan Jadi Bukti Nyata

Pengamat Tambang dan Energi Ferdy Hasiman mengapresiasi langkah nyata yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang besar, termasuk BUMN yang tergabung dalam MIND ID Group, dalam menjalankan praktik pertambangan berkelanjutan.

“Kita bisa lihat bahwa ketika perusahaan punya niat dan sistem yang benar, hasilnya juga akan terasa, baik bagi lingkungan maupun masyarakat,” ujar Ferdy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Ia mencontohkan bagaimana beberapa perusahaan anggota MIND ID tetap melanjutkan kegiatan reklamasi meskipun operasi tambang sudah tidak aktif. Misalnya, PT Freeport Indonesia terus menjalankan reklamasi pada area lubang tambang terbuka (open-pit) meski tidak lagi beroperasi sejak 2019. Penanaman rumput dan pemulihan ekosistem lahan tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perusahaan lainnya, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), turut melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di kawasan Danau Toba. Di sisi lain, Inalum juga berhasil mencatat reklamasi pascatambang seluas 7.200 hektare.

Kontribusi dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) juga tidak kalah penting. ANTAM telah menanam hampir lima juta pohon di wilayah pascatambang dan pesisir selama satu dekade terakhir, sebagai bentuk nyata tanggung jawab terhadap lingkungan.

Standar ESG dan Penertiban Tambang Ilegal

Ferdy menekankan bahwa praktik pertambangan yang bertanggung jawab tidak bisa hanya dibebankan pada korporasi. Pemerintah juga memiliki peran penting untuk menertibkan aktivitas tambang ilegal yang kerap kali menjadi sumber utama kerusakan lingkungan.

“Praktik tambang ilegal kerap berlangsung secara serampangan, mengabaikan prinsip keberlanjutan dan keamanan lingkungan,” kata Ferdy.

Ia mengungkapkan contoh nyata di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, di mana penambangan emas secara tradisional menggunakan merkuri dilakukan secara masif. Aktivitas tersebut sangat berisiko karena mencemari sungai yang justru digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

“Sungai yang tercemar merkuri digunakan untuk kebutuhan warga. Ini berbahaya dan harus segera ditindak oleh pemerintah,” lanjutnya.

Oleh karena itu, ia mendorong adanya penegakan hukum tegas bagi pelaku tambang ilegal, serta penguatan implementasi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) pada seluruh sektor tambang legal. Langkah ini, menurutnya, penting agar Indonesia bisa menjadi contoh global dalam menjalankan pertambangan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga keberlangsungan lingkungan dan sosial.

Ferdy pun optimistis bahwa dengan penerapan standar ESG yang tepat, sektor tambang Indonesia bisa tumbuh lebih sehat. Menurutnya, ini bukan sekadar tanggung jawab sosial, melainkan strategi bisnis jangka panjang yang akan menentukan eksistensi perusahaan tambang itu sendiri.

“Kalau lingkungan dirusak, tambang tidak akan berkelanjutan dan yang rugi bukan hanya rakyat, tapi juga perusahaan,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan bisa menjadi bumerang bagi keberlanjutan usaha tambang karena akan menghambat operasi dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri tersebut.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index