JAKARTA - Pergerakan harga minyak mentah global kembali menunjukkan tren kenaikan pada awal perdagangan Kamis, 24 Juli 2025. Kenaikan ini terjadi seiring membaiknya sentimen pasar terhadap kesepakatan perdagangan yang melibatkan Amerika Serikat, serta dampak positif dari penurunan stok minyak mentah AS yang melebihi ekspektasi analis. Di tengah ketidakpastian geopolitik, pasar tetap fokus pada negosiasi yang tengah berlangsung di berbagai wilayah dunia.
Kondisi pasar energi saat ini mencerminkan keseimbangan antara harapan pemulihan ekonomi global dan kekhawatiran yang masih menggelayuti pasar akibat ketegangan politik di Eropa Timur serta perkembangan hubungan dagang antara AS dan mitra-mitranya.
Kesepakatan Tarif AS-Jepang Picu Optimisme
Harga minyak mentah jenis Brent tercatat naik sebesar 24 sen atau sekitar 0,4 persen menjadi USD 68,75 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga mencatatkan kenaikan sebesar 25 sen atau 0,4 persen menjadi USD 65,50 per barel.
Meski pada perdagangan sehari sebelumnya kedua harga acuan utama tersebut bergerak stagnan, pelaku pasar mulai merespons positif perkembangan kesepakatan perdagangan antara AS dan Jepang. Dalam perjanjian tersebut, Washington mengurangi bea masuk impor otomotif dan membebaskan Jepang dari pungutan baru. Sebagai gantinya, Jepang menjanjikan paket investasi dan pinjaman senilai USD 550 miliar untuk Amerika Serikat.
Optimisme ini juga diperkuat oleh pernyataan Kepala Strategi dari Nissan Securities Investment, Hiroyuki Kikukawa, yang menilai pasar membeli minyak karena berharap negosiasi perdagangan dapat meredam tekanan ekonomi. Ia memperkirakan harga WTI akan tetap stabil dalam kisaran USD 60 hingga USD 70. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa ketidakpastian seputar negosiasi dagang AS-Tiongkok serta upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina akan terus menjadi faktor pembatas terhadap potensi kenaikan harga yang lebih tinggi.
Sementara itu, dari sisi Eropa, dua diplomat menyebut bahwa Uni Eropa dan AS sedang mengarah pada kesepakatan dagang yang mencakup tarif dasar AS sebesar 15 persen terhadap barang-barang Uni Eropa. Langkah ini berpotensi membuka jalan menuju kesepakatan perdagangan yang lebih besar setelah keberhasilan perjanjian dengan Jepang.
Pasokan Turun, Ketegangan Naik
Di tengah meningkatnya sentimen positif dari sisi perdagangan, data dari Badan Informasi Energi AS turut mendukung kenaikan harga minyak. Stok minyak mentah AS dilaporkan mengalami penurunan sebesar 3,2 juta barel dalam sepekan terakhir, menjadi total 419 juta barel. Penurunan ini jauh melampaui ekspektasi analis yang sebelumnya memperkirakan hanya akan terjadi penarikan sebesar 1,6 juta barel.
Namun di sisi lain, konflik geopolitik masih menjadi latar belakang yang membayangi pasar energi dunia. Rusia dan Ukraina kembali duduk dalam perundingan di Istanbul pada Rabu kemarin, membahas kelanjutan pertukaran tahanan. Meski demikian, perbedaan pandangan soal gencatan senjata dan rencana pertemuan para pemimpin kedua negara masih menjadi ganjalan utama.
Ketegangan di wilayah Laut Hitam pun meningkat. Kapal-kapal tanker asing dilaporkan untuk sementara dilarang memuat minyak di pelabuhan utama Rusia. Kebijakan ini muncul akibat regulasi baru yang diberlakukan secara tiba-tiba, sehingga menghentikan jalur ekspor utama dari Kazakhstan. Jalur ini sebelumnya digunakan oleh konsorsium energi yang sebagian dimiliki oleh perusahaan besar Amerika Serikat.
Di tengah kondisi tersebut, pernyataan dari pejabat AS turut memantik perhatian pasar. Menteri Energi Amerika Serikat mengungkapkan bahwa pemerintah AS tengah mempertimbangkan penerapan sanksi tambahan terhadap ekspor minyak Rusia sebagai bagian dari upaya mengakhiri perang di Ukraina.
Tak hanya AS, Uni Eropa juga mengambil langkah tegas. Pada hari Jumat, blok negara tersebut menyetujui paket sanksi ke-18 terhadap Rusia. Dalam paket tersebut, batas harga untuk minyak mentah Rusia kembali diturunkan, sebagai bagian dari tekanan internasional yang lebih luas terhadap Moskow.
Fokus Pasar Masih Terbagi
Dengan kombinasi antara sentimen positif dari kesepakatan dagang dan dinamika geopolitik yang tak kunjung mereda, pergerakan harga minyak mentah dalam waktu dekat diperkirakan akan tetap fluktuatif. Pelaku pasar global terus mencermati setiap perkembangan, baik dari segi fundamental pasokan-permintaan maupun isu politik yang berdampak langsung terhadap distribusi energi.
Prospek jangka pendek minyak mentah masih ditopang oleh ekspektasi pemulihan ekonomi global dan berkurangnya hambatan perdagangan. Namun demikian, pasar tetap menghadapi ketidakpastian dari negosiasi internasional serta potensi gangguan pasokan di beberapa titik krusial, seperti Laut Hitam dan wilayah konflik lainnya.
Dengan banyak faktor yang saling memengaruhi, pelaku industri energi maupun investor disarankan tetap waspada dan mencermati indikator-indikator utama yang berpengaruh terhadap arah harga minyak mentah dunia.