JAKARTA - PT PP (Persero) Tbk atau PTPP tengah menghadapi tantangan berat di paruh pertama 2025, dengan penurunan kinerja keuangan yang signifikan. Meski demikian, emiten pelat merah sektor konstruksi ini mulai menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menjaga kesehatan perusahaan dan fokus pada penguatan bisnis inti.
Laba bersih PTPP tercatat hanya sebesar Rp65,25 miliar pada semester I/2025. Jumlah tersebut merosot tajam hingga 55,61% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp147 miliar. Penurunan laba bersih ini selaras dengan tergerusnya pendapatan usaha perusahaan sebesar 23,71% secara tahunan (year on year/YoY), dari sebelumnya Rp8,79 triliun menjadi Rp6,70 triliun.
Penurunan pendapatan tersebut belum dapat dikompensasi secara penuh oleh penyusutan beban pokok pendapatan yang tercatat turun 25,36% YoY ke angka Rp5,78 triliun. Alhasil, laba kotor juga terkoreksi sebesar 11,39% menjadi Rp922,13 miliar.
Performa Keuangan Terkoreksi, Divestasi Jadi Jurus Perbaikan
Tekanan pada sisi keuangan juga terlihat dari neraca perusahaan. Total aset PTPP tercatat turun menjadi Rp55,53 triliun atau turun 1,87% secara year to date (YtD). Di sisi lain, liabilitas berhasil ditekan sebesar 2,69% menjadi Rp40,22 triliun. Sementara itu, ekuitas perusahaan hanya tumbuh tipis 0,36% menjadi Rp15,31 triliun.
Salah satu sorotan penting adalah posisi kas dan setara kas yang menyusut drastis hingga 41,32% YoY, dari Rp4,32 triliun menjadi Rp2,54 triliun per akhir Juni 2025.
Meski kinerja keuangan belum sepenuhnya pulih, perseroan tetap agresif dalam memperoleh proyek baru. Hingga pertengahan tahun ini, PTPP telah mengantongi kontrak baru senilai Rp9,37 triliun, atau setara 32,87% dari target tahunan yang dipatok sebesar Rp28,5 triliun.
Direktur Utama PTPP Novel Arsyad optimistis, hingga akhir tahun perseroan dapat mencetak pendapatan sebesar Rp18,25 triliun dengan proyeksi laba bersih senilai Rp157 miliar. Untuk mengejar target tersebut, PTPP akan fokus memperkuat lini bisnis utama dan menyeleksi anak usaha yang akan tetap dipertahankan.
“Anak usaha dengan kinerja kurang baik akan didivestasikan. Kendati begitu, dia enggan membocorkan nama perusahaannya. Jadi clue-nya yang dilepas, yang memang sudah sulit untuk kita kembangkan,” ujar Novel.
Ia menjelaskan bahwa proses divestasi tersebut merupakan langkah strategis yang dirancang untuk menjaga stabilitas bisnis, sekaligus menyesuaikan diri dengan penetapan core business PTPP oleh Kementerian BUMN.
“Kalau clue-nya yang sulit untuk dikembangkan lagi ya harus kita lepas, dan yang jelas di luar core kita. Karena kan kita punya core business yang sudah jelas dari Kementerian BUMN,” tuturnya.
Fokus ke Bisnis Utama dan Efisiensi Anak Usaha
Lebih lanjut, Novel menguraikan beberapa skenario yang sedang disiapkan perseroan untuk memperbaiki struktur keuangan dan operasional. Opsi-opsi tersebut meliputi konsolidasi, divestasi, dan bahkan likuidasi anak usaha yang dianggap tidak selaras dengan arah bisnis utama PTPP.
“Jadi baik itu konsol, kemudian kita melakukan divestasi, kita melakukan likuidasi, kemudian kita memang kita tumbuhkan lebih besar, itu adalah langkah-langkah strategis kita,” kata dia.
Salah satu aksi divestasi yang telah diagendakan dalam waktu dekat adalah pelepasan PT PP Infrastruktur (PPIN), anak usaha yang bergerak di sektor Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Proses ini ditargetkan rampung pada pertengahan tahun 2025, selama tidak terdapat kendala besar dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah efisiensi ini diharapkan dapat menjadi titik balik bagi perseroan dalam mengembalikan daya saing dan performa keuangan. Meskipun tekanan masih terasa hingga pertengahan tahun, arah kebijakan PTPP dinilai cukup jelas dengan fokus pada bisnis inti dan manajemen portofolio anak usaha yang lebih selektif.