JAKARTA - Setelah menikmati reli selama empat hari berturut-turut, harga batu bara global akhirnya tergelincir. Perdagangan Rabu, 31 Juli 2025 mencatat penurunan yang menandai akhir tren positif komoditas energi ini.
Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara ditutup di level US$ 117,1 per ton, melemah 0,76% dibanding hari sebelumnya. Penurunan ini menjadi koreksi alami setelah lonjakan harga mencapai 5,1% dalam empat hari terakhir.
Faktor Koreksi Harga Batu Bara
Pelemahan harga batu bara terutama disebabkan oleh aksi profit taking para pelaku pasar dan meredanya permintaan. Sejumlah faktor eksternal ikut menekan harga, di antaranya:
Permintaan Impor Jepang Melemah
Impor batu bara Jepang terkontraksi 4,3% year on year (yoy) pada Juni 2025 menjadi 10,68 juta ton. Secara kumulatif, periode Januari–Juni 2025 juga menunjukkan penurunan 4,1% menjadi 74,11 juta ton.
Pasokan Batu Bara China Melimpah
Jumlah truk pengangkut batu bara yang tiba di pelabuhan perbatasan China meningkat, menambah suplai di tengah kenaikan produksi domestik. Lonjakan ini menciptakan surplus yang menekan harga di pasar global.
Selain itu, produksi batu bara di China, India, dan Indonesia terus dipacu dalam beberapa bulan terakhir, memperkuat posisi suplai global dan membuat harga sulit mempertahankan reli panjang.
Prospek Harga Batu Bara
Meski melemah, harga batu bara masih mendapat dukungan dari permintaan listrik musiman, khususnya di negara-negara yang tengah mengalami kenaikan suhu seperti Jepang. Faktor cuaca ekstrem, termasuk ancaman keringnya Sungai Rhine di Jerman, turut menahan penurunan lebih dalam.
Namun, analis menilai kondisi ini bersifat sementara. Jika produksi terus meningkat dan permintaan impor melambat, harga batu bara berpotensi kembali tertekan dalam waktu dekat.
Di China, impor batu bara diperkirakan bisa turun hingga 100 juta ton sepanjang 2025, seiring kebijakan pemerintah yang memprioritaskan suplai domestik. Hal ini akan semakin mempersempit ruang bagi reli harga jangka panjang.
Penurunan harga yang terjadi saat ini dinilai wajar sebagai bentuk penyesuaian setelah reli signifikan. Pelaku pasar diharapkan tetap mencermati dinamika permintaan global, faktor cuaca, serta kebijakan negara produsen untuk membaca arah pergerakan harga batu bara selanjutnya.