JAKARTA - Olahraga atletik memiliki banyak cabang yang menuntut kekuatan, kecepatan, sekaligus keterampilan. Salah satu nomor yang cukup unik adalah tolak peluru, yaitu olahraga yang mengandalkan dorongan tenaga untuk melontarkan bola logam sejauh-jauhnya. Meski tidak sepopuler lari jarak pendek atau lompat jauh di Indonesia, tolak peluru termasuk nomor bergengsi yang selalu hadir dalam ajang olahraga internasional seperti Olimpiade maupun Asian Games.
Dalam praktiknya, tolak peluru bukan hanya soal kekuatan otot. Seorang atlet juga perlu menguasai teknik, gaya, hingga aturan yang berlaku agar bisa menghasilkan tolakan sah dengan jarak maksimal.
Pengertian Tolak Peluru dan Jenis Gaya
Secara sederhana, tolak peluru adalah gerakan mendorong bola logam menggunakan satu tangan. Bola yang digunakan berbentuk bulat dengan bahan logam, dan beratnya berbeda sesuai kategori. Untuk kelas senior, bobot peluru mencapai 7,257 kilogram bagi putra dan 4 kilogram bagi putri. Sementara di kelas junior, bobotnya lebih ringan yaitu 5 kilogram untuk putra serta 3 kilogram untuk putri.
Dalam sejarah perkembangannya, ada beberapa gaya tolak peluru yang populer:
Gaya O’Brien
Gaya ini diperkenalkan atlet Amerika, Parry O’Brien. Ciri khasnya adalah posisi awal atlet membelakangi sektor pendaratan, kemudian melakukan gerakan setengah putaran (180°) sebelum melontarkan peluru.
Gaya Spin
Disebut juga gaya berputar, pertama kali dipopulerkan oleh atlet Rusia, Alexander Baryshnikov. Teknik ini lebih kompleks karena atlet harus melakukan putaran penuh (360°) dengan cepat untuk menciptakan momentum sebelum mendorong bola logam.
Gaya Ortodoks
Gaya ini lebih sederhana dan sering digunakan pemula. Atlet hanya perlu berdiri menyamping, menempatkan peluru di antara kepala dan bahu, lalu melakukan tolakan. Karena mudah, gaya ortodoks sering dijadikan pengenalan dasar.
Teknik Dasar dalam Tolak Peluru
Agar tolakan dapat dilakukan dengan benar dan menghasilkan jarak maksimal, seorang atlet wajib memahami teknik dasar berikut:
Letakkan bola logam pada pangkal jari dengan telapak tangan terbuka, lalu gunakan ibu jari untuk menahan agar tidak jatuh.
Tempatkan bola logam di antara kepala dan bahu, tepat di bawah rahang.
Pastikan posisi siku tetap tinggi sejajar dengan bahu.
Ambil posisi berdiri menyamping ke arah sektor pendaratan dengan kaki dibuka lebar. Kaki belakang sedikit ditekuk agar tubuh condong ke belakang.
Putar pinggul berlawanan arah dengan sektor pendaratan. Saat bersiap, dorong kaki belakang dan putar pinggul hingga tubuh menghadap ke depan.
Rentangkan lengan yang memegang bola dengan sudut sekitar 45°. Tolakan dilakukan sekuat tenaga sambil mendorong pergelangan tangan, mirip gerakan melepaskan bola basket.
Teknik ini perlu dilatih secara rutin karena selain tenaga, ketepatan sudut dorongan sangat menentukan jarak tolakan.
Peralatan dalam Tolak Peluru
Standar peralatan dalam cabang olahraga ini sudah diatur oleh World Athletics (dulu IAAF). Ada dua komponen utama yang digunakan:
Bola Logam (Peluru)
Putra: 7,26 kilogram
Putri: 4 kilogram
Bahan bola biasanya terbuat dari besi padat atau kuningan, meski logam lain juga dapat dipakai selama tingkat kekerasannya setara atau lebih tinggi.
Lapangan Tolak Peluru
Lapangan berupa lingkaran berdiameter 2,135 meter dari beton, dilengkapi sektor pendaratan di lapangan rumput dengan sudut 34,92 derajat. Bagian depan lingkaran dipasang papan pembatas setinggi 10 sentimeter agar atlet tidak melewati garis saat melakukan tolakan.
Aturan Penting dalam Pertandingan Tolak Peluru
Selain menguasai teknik, seorang atlet juga harus mematuhi aturan agar tolakan yang dilakukan dinyatakan sah. Beberapa aturan penting antara lain:
Atlet harus memulai tolakan maksimal dalam 60 detik setelah namanya dipanggil.
Untuk keamanan, atlet boleh menggunakan plester atau taping pada jari, tetapi tidak boleh memakai sarung tangan.
Bola logam harus selalu menempel di dekat leher selama gerakan berlangsung. Jika lepas sebelum tolakan, maka hasilnya tidak sah.
Tolakan hanya boleh dilakukan dengan satu tangan, dan peluru harus dilepaskan dari atas bahu.
Atlet boleh bergerak di dalam lingkaran, tetapi tidak boleh menginjak bagian luar atau papan pembatas depan.
Tolakan sah jika bola logam jatuh dalam sektor pendaratan dengan sudut 34,92 derajat. Titik jatuh pertama bola menjadi acuan pengukuran.
Atlet baru boleh keluar dari lingkaran setelah bola logam mendarat, dan harus meninggalkan lingkaran melalui bagian belakang.
Tolak peluru memang terlihat sederhana karena “hanya” mendorong bola logam. Namun, di balik itu olahraga ini membutuhkan kombinasi kekuatan otot, teknik, serta konsistensi. Gaya O’Brien, Spin, hingga Ortodoks menunjukkan bahwa inovasi teknik sangat berpengaruh pada performa seorang atlet.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai teknik dasar, peralatan, dan aturan, tolak peluru tidak hanya menjadi cabang atletik yang menantang, tetapi juga sarana untuk melatih kekuatan, ketepatan, dan disiplin.