Smelter Nikel HPAL Tertekan Biaya Produksi Tinggi

Selasa, 05 Agustus 2025 | 12:26:01 WIB
Smelter Nikel HPAL Tertekan Biaya Produksi Tinggi

JAKARTA - Smelter nikel hidrometalurgi berbasis high pressure acid leach (HPAL) di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat lonjakan harga sulfur global. Pabrik yang memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) ini mengalami lonjakan biaya produksi signifikan, yang mengancam profitabilitas dan minat investasi di sektor ini.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy Hartono, menegaskan bahwa pemerintah perlu hadir membantu keberlangsungan smelter HPAL. Menurutnya, dukungan berupa insentif fiskal maupun nonfiskal menjadi kunci menjaga roda produksi tetap berjalan di tengah gejolak harga bahan baku.

“Pemerintah pun mendapat manfaatnya karena memperoleh royalti dan pajak yang besar. Namun, di satu sisi, kegiatan pabrik HPAL masih kerap mengalami kendala, dan pemerintah semestinya hadir untuk turut menyelesaikan kendala tersebut,” kata Sudirman, Selasa (5/8/2025).

Ia menambahkan, bila tekanan harga sulfur terus berlanjut, bukan tidak mungkin beberapa perusahaan akan meninjau ulang operasional pabrik HPAL mereka. Hal ini berpotensi memengaruhi keseluruhan rantai pasok industri nikel, dari tambang limonit hingga hilirisasi baterai kendaraan listrik.

Kenaikan Harga Sulfur dan Dampaknya

Harga sulfur di pasar global melonjak 30%–32% pada paruh pertama 2025 dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya. Per akhir Juli 2025, harga sulfur di pasar spot China mencapai US$327 per metrik ton, sedangkan di pasar India sekitar US$265 per metrik ton.

Kenaikan ini membuat biaya produksi smelter HPAL meningkat hingga US$1.500–US$2.500 per ton dibanding tahun lalu. Pabrik HPAL yang menggunakan dua jalur autoclave memerlukan 1–2 juta ton asam sulfat per tahun, sehingga fluktuasi harga sulfur sangat memengaruhi margin laba.

“Dampaknya sangat terasa. Pabrik HPAL yang sebelumnya sangat menguntungkan, saat ini mengalami squeeze margin yang sangat besar. Nilai investasi pabrik HPAL padahal sangat besar dan mahal bisa berkisar antara Rp10 triliun–Rp20 triliun,” ujar Sudirman.

Selain harga sulfur, turunnya harga nikel juga mempersempit ruang keuntungan. Harga nikel rata-rata pada 2025 berada di kisaran US$15.000/ton, turun dari puncaknya di awal 2024 yang sempat mencapai US$20.000/ton. Adapun harga MHP Indonesia per awal Agustus 2025 hanya sekitar US$12.496/ton nikel atau 83,5%–84% dari harga nikel di indeks Shanghai Metals Market (SMM).

Perlunya Insentif dan Perbaikan Regulasi

Sudirman menilai, pemerintah harus segera menyiapkan insentif untuk menjaga keberlanjutan smelter HPAL. Salah satu masalah mendesak adalah kompleksitas prosedur impor asam sulfat yang membuat beberapa pabrik sempat mengalami kelangkaan bahan baku.

Ia juga menyoroti persoalan perizinan pengelolaan sisa hasil olahan HPAL yang rumit dan rawan masalah hukum. Menurutnya, kendala ini bisa menghambat operasional sekaligus menurunkan minat investasi baru di sektor HPAL.

“Pemerintah harus hadir dan membantu, karena keberlangsungan pabrik HPAL ini berkaitan dengan kepentingan yang besar terkait keberlangsungan penambangan bijih nikel limonit, hilirisasi industri nikel, konservasi mineral, investasi, penerimaan negara serta devisa,” tegasnya.

Kondisi Industri HPAL di Tanah Air

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat ada 10 proyek smelter HPAL di Indonesia, dengan 6 unit sudah beroperasi dan 4 masih dalam tahap konstruksi. Enam smelter aktif tersebut mencakup 15 lini produksi yang membutuhkan 62,25 juta ton basah (wmt) bijih nikel per tahun. Sementara itu, 4 proyek yang masih dibangun mencakup 6 lini produksi dengan kebutuhan 56,94 juta wmt bijih nikel. Totalnya, seluruh proyek HPAL membutuhkan 119,20 juta wmt bijih nikel limonit setiap tahun.

Argus Media melaporkan bahwa lonjakan harga sulfur terjadi sejak pertengahan 2024, didorong oleh meningkatnya permintaan dari Maroko dan Indonesia. Harga sulfur FoB Timur Tengah per 1 Mei 2025 tercatat US$285,5/ton, naik lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya yang hanya US$86/ton.

Dengan harga nikel yang cenderung datar dan biaya bahan baku yang naik tajam, margin laba HPAL terus tergerus. Pada 2023, margin kotor produk MHP bisa mencapai US$10.000/ton, namun anjlok menjadi sekitar US$7.000/ton pada 2024. Kondisi ini menunjukkan urgensi dukungan kebijakan agar Indonesia tidak kehilangan momentum sebagai pemain utama hilirisasi nikel global.

Terkini

Update Harga dan Spesifikasi HP Vivo Terbaru 2025

Senin, 08 September 2025 | 11:10:51 WIB

Harga Terbaru HP Realme: Seri C, GT, dan P

Senin, 08 September 2025 | 11:10:50 WIB

Update Harga HP Oppo Terbaru Seri Reno dan Find

Senin, 08 September 2025 | 11:10:48 WIB

Harga Xiaomi dan Poco Terbaru Semua Seri 2025

Senin, 08 September 2025 | 11:10:47 WIB

Harga HP Samsung Terbaru Semua Seri 2025

Senin, 08 September 2025 | 11:10:46 WIB