Harga Minyak Dunia Tertekan Imbas Dinamika Politik Global

Selasa, 19 Agustus 2025 | 07:26:15 WIB
Harga Minyak Dunia Tertekan Imbas Dinamika Politik Global

JAKARTA - Pergerakan harga minyak kembali menjadi sorotan utama pekan ini. Fluktuasi tajam yang terjadi menunjukkan betapa erat keterkaitannya dengan isu geopolitik dunia. Pasar energi global kini tak hanya dipengaruhi oleh data pasokan dan permintaan semata, tetapi juga oleh langkah politik para pemimpin negara besar.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) tercatat turun tipis ke level US$ 62,62 per barel. Angka ini melemah 18 sen atau sekitar 0,29%. Meski penurunan tampak kecil, namun secara psikologis pasar memperhatikan sinyal bahwa tren pelemahan masih bisa berlanjut dalam waktu dekat.

Tekanan dari Pertemuan Trump-Putin

Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, sentimen pasar saat ini masih banyak dipengaruhi oleh dinamika politik internasional, terutama pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Andy menjelaskan bahwa secara teknikal, berdasarkan analisis candlestick dan indikator Moving Average, tren bearish pada WTI masih terlihat dominan.

"Jika tekanan bearish ini berlanjut, maka WTI berpotensi menguji level psikologis di sekitar US$ 60 per barel. Namun, jika harga gagal menembus ke bawah dan justru terkoreksi, ada peluang rebound menuju area US$ 64,50," ujar Andy dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/8/2025).

Faktor geopolitik memang kerap menjadi pemicu volatilitas harga minyak. Pertemuan yang digelar di Alaska pada Jumat lalu menghasilkan sikap yang lebih lunak dari AS terhadap Rusia. Bukannya memperketat sanksi terkait ekspor energi Moskow, Trump justru membuka ruang negosiasi untuk mencari kesepakatan damai di Ukraina. Hal ini seketika meredakan kecemasan pasar akan potensi gangguan suplai dari Rusia, salah satu produsen minyak terbesar di dunia.

Namun demikian, situasi politik masih jauh dari kepastian. Trump dijadwalkan kembali melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy serta para pemimpin Eropa untuk membahas langkah-langkah percepatan perdamaian. Sementara Moskow tetap pada tuntutan teritorialnya, sejumlah negara Eropa menolak kompromi yang ditawarkan. Kondisi inilah yang membuat status quo konflik tetap menggantung, dan pada akhirnya mendorong investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Dampak Kebijakan Dagang dan Moneter

Selain perkembangan politik Rusia-Ukraina, pasar energi juga menyoroti kebijakan dagang Amerika Serikat, khususnya terhadap Tiongkok. Negeri Tirai Bambu merupakan importir terbesar minyak Rusia, sehingga setiap kebijakan AS berpotensi mengguncang aliran perdagangan global. Trump menegaskan bahwa dirinya tidak akan segera memberlakukan tarif pembalasan terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia, termasuk Tiongkok dan India. Meski begitu, ia juga tidak menutup kemungkinan langkah tersebut akan ditempuh dalam dua hingga tiga minggu mendatang.

Bagi pelaku pasar, sikap ini membawa sedikit ketenangan jangka pendek, karena ancaman hambatan perdagangan yang bisa mengurangi suplai belum akan segera terjadi. Namun, ketidakpastian tetap membayangi karena arah kebijakan AS dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti dinamika politik domestik maupun internasional.

Di sisi lain, perhatian investor juga tertuju pada kebijakan moneter Amerika Serikat. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, dijadwalkan memberikan pidato penting di simposium Jackson Hole pekan ini. Pasar berharap mendapatkan kejelasan mengenai arah suku bunga, terutama setelah inflasi AS mulai menunjukkan tanda-tanda melandai.

Jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga, dampaknya bisa sangat signifikan terhadap permintaan energi global. Penurunan bunga diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi energi, termasuk minyak.

Antara Risiko dan Peluang

Situasi saat ini menempatkan pasar energi dalam kondisi penuh ketidakpastian. Dari satu sisi, pernyataan politik yang lebih lunak dari Washington terhadap Moskow menurunkan kekhawatiran soal pasokan. Namun dari sisi lain, ketidakjelasan negosiasi perdamaian Ukraina serta ancaman tarif dagang tetap menyisakan risiko.

Di tengah ketegangan itu, analisis teknikal memberikan sinyal bahwa WTI masih rentan tertekan. Level US$ 60 per barel menjadi titik penting yang akan sangat diperhatikan investor. Jika harga berhasil bertahan di atas level ini, peluang untuk rebound tetap terbuka. Tetapi jika level psikologis tersebut ditembus, pelemahan lebih dalam bisa saja terjadi.

Para pelaku pasar tampaknya masih memilih sikap wait and see sambil menunggu kepastian dari perkembangan geopolitik maupun kebijakan moneter AS. Dalam jangka pendek, fluktuasi harga diperkirakan tetap tinggi, sejalan dengan belum stabilnya kondisi global.

Menatap ke Depan

Harga minyak dunia memang selalu menjadi cerminan dari keseimbangan antara faktor fundamental dan geopolitik. Saat ini, keduanya bergerak dinamis dan saling memengaruhi. Bagi negara produsen maupun konsumen, situasi ini memerlukan strategi yang fleksibel agar bisa menghadapi berbagai skenario yang mungkin terjadi.

Bagi investor, volatilitas harga minyak juga dapat menjadi peluang jika mampu membaca arah pergerakan dengan cermat. Analisis teknikal seperti yang dijelaskan Andy Nugraha memberikan panduan penting untuk menakar potensi risiko dan peluang. Sementara bagi pemerintah dan pelaku industri energi, perkembangan harga minyak global akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan dalam negeri, baik terkait subsidi energi, neraca perdagangan, maupun stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Dengan kondisi dunia yang masih terus bergejolak, pasar minyak sepertinya akan tetap berada dalam pusaran ketidakpastian. Namun, justru di tengah dinamika inilah, kemampuan membaca arah politik global dan kebijakan ekonomi makro menjadi kunci untuk menentukan langkah strategis ke depan.

Terkini