Minyak

Harga Minyak Global Turun, OPEC dan Trump Jadi Sorotan

Harga Minyak Global Turun, OPEC dan Trump Jadi Sorotan
Harga Minyak Global Turun, OPEC dan Trump Jadi Sorotan

JAKARTA - Pergerakan harga minyak global kembali menjadi sorotan investor pada Rabu, 6 Agustus 2025. Pasar energi dunia kini menghadapi tekanan ganda, mulai dari peningkatan pasokan OPEC+ hingga ancaman tarif baru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap India. Kondisi tersebut membuat harga minyak menyentuh titik terendah dalam lima pekan terakhir.

Harga minyak berjangka Brent turun US$1,12 atau 1,63% menjadi US$67,64 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS melemah US$1,13 atau 1,7% ke posisi US$65,16 per barel. Kedua harga acuan tersebut kini berada pada level penutupan terendah dalam lima minggu terakhir.

Kenaikan Produksi OPEC+ Jadi Tekanan Utama

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya atau OPEC+ memutuskan untuk menaikkan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari pada September. Keputusan ini mempercepat pengakhiran pemangkasan produksi yang semula dijadwalkan berlangsung lebih lama.

“Lonjakan pasokan dari OPEC menjadi tekanan utama bagi pasar saat ini,” jelas Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.

Selain itu, data terbaru menunjukkan sektor jasa di AS stagnan pada Juli 2025, dengan pertumbuhan pesanan yang minim dan pelemahan di sisi tenaga kerja, meskipun biaya input melonjak tertinggi dalam hampir tiga tahun. Kondisi ini menandakan ketidakpastian yang masih menghantui dunia usaha, terutama karena kebijakan tarif dari pemerintahan Trump.

Ancaman Tarif Trump dan Dampak Globalnya

Pasar juga mencermati ancaman Presiden Donald Trump untuk menaikkan tarif atas produk-produk India dalam waktu 24 jam. Ancaman ini muncul setelah India tetap melanjutkan pembelian minyak mentah Rusia, yang selama Januari–Juni 2025 mencapai rata-rata 1,75 juta barel per hari.

“Pasar kini menanti apakah India dan China akan menyepakati pengurangan signifikan atas pembelian minyak mentah Rusia, dan mencari alternatif pasokan dari negara lain,” lanjut Lipow.

Trump menegaskan bahwa harga energi yang melemah dapat memberi tekanan tambahan pada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghentikan perang di Ukraina. Sementara itu, India menanggapi ancaman tersebut dengan menyebutnya tidak berdasar dan menyatakan akan tetap menjaga kepentingan ekonominya, memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara.

John Evans dari PVM Oil menilai reaksi harga minyak terhadap ancaman Trump menunjukkan pasar masih skeptis akan adanya gangguan pasokan dalam waktu dekat. Ia juga mempertanyakan sejauh mana AS bersedia menanggung risiko jika harga minyak melonjak.

“Saya melihat pasar minyak saat ini cukup stabil. Kemungkinan kondisi ini akan berlanjut hingga ada kejelasan soal keputusan Presiden AS terkait Rusia dalam beberapa hari mendatang, dan bagaimana respons negara pembeli,” ujar Giovanni Staunovo, analis energi di UBS.

Stok Minyak AS dan Proyeksi Pasar

Sementara itu, analis memprediksi stok minyak mentah Amerika Serikat turun sekitar 600.000 barel. Data resmi dari American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan rilis pada Selasa malam dan Rabu waktu setempat, yang akan menjadi acuan baru bagi pergerakan harga minyak global.

Dengan kombinasi lonjakan produksi OPEC+, ketegangan geopolitik, dan ancaman tarif dari AS, pasar minyak dunia diprediksi masih akan bergerak dalam tekanan dalam waktu dekat. Para pelaku pasar kini menunggu perkembangan lebih lanjut untuk menentukan arah harga berikutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index