JAKARTA - Pergerakan harga batu bara acuan (HBA) kembali menjadi sorotan di awal Agustus 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kenaikan HBA utama menjadi US$ 102,22 per ton, meningkat 4,68 persen dibandingkan periode kedua Juli yang berada di level US$ 97,65 per ton.
Kenaikan ini menandakan adanya pemulihan harga setelah sebelumnya mengalami penurunan tajam pertengahan Juli 2025, ketika harga sempat jatuh dari US$ 107,35 menjadi US$ 97,65 per ton. Menariknya, meski HBA utama naik, tiga kategori HBA lain justru tercatat menurun.
Rincian HBA Agustus 2025
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 261.K/MB.01/MEM.B/2025, HBA dibagi menjadi empat kelompok menurut kandungan kalorinya. Rinciannya adalah sebagai berikut:
HBA (6.322 GAR): US$ 102,22 per ton (naik dari US$ 97,65)
HBA I (5.300 GAR): US$ 67,33 per ton (turun dari US$ 75,94)
HBA II (4.100 GAR): US$ 45,74 per ton (turun dari US$ 48,35)
HBA III (3.400 GAR): US$ 34,86 per ton (turun dari US$ 36,00)
Kondisi ini menunjukkan adanya dinamika pasar yang berbeda antara batu bara berkalori tinggi dan rendah. Batu bara berkalori tinggi kembali diminati karena kebutuhan industri energi global, sementara batu bara berkalori rendah masih tertekan oleh permintaan yang lemah di pasar internasional.
Pergerakan Harga Mineral Acuan
Selain batu bara, Kementerian ESDM juga menetapkan Harga Mineral Acuan (HMA) untuk berbagai komoditas logam. Mengacu pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 80.K/MB.01/MEM.B/2025, harga mineral diperbarui setiap tanggal 1 dan 15 setiap bulan.
Berikut adalah HMA untuk periode pertama Agustus 2025:
Nikel: US$ 15.028 per dmt (naik dari US$ 14.926)
Aluminium: US$ 2.604,4 per dmt (naik dari US$ 2.577,4)
Tembaga: US$ 9.725,3 per dmt (turun dari US$ 9.952,5)
Kobalt: US$ 32.894 per dmt (turun tipis dari US$ 32.896)
Kenaikan pada komoditas seperti nikel dan aluminium mengindikasikan tingginya kebutuhan global, khususnya untuk industri kendaraan listrik dan manufaktur. Sementara itu, turunnya harga tembaga dan kobalt menunjukkan masih adanya ketidakpastian permintaan di pasar logam tertentu.
Dengan penyesuaian harga batu bara dan mineral acuan ini, pelaku industri diharapkan bisa lebih adaptif menghadapi dinamika pasar global. Perubahan harga ini menjadi salah satu indikator penting yang memengaruhi kinerja ekspor, produksi energi, hingga strategi investasi di sektor pertambangan.